Search This Blog

Saturday, August 25, 2018

Tindihan



Sudah hampir sembilan tahun berlalu, tapi aku tidak pernah lupa sebuah peristiwa yang bagiku sangat misterius dan menakutkan. Sebuah kejadian aneh pada masa kecilku yang masih melekat erat di memori kepalaku.
Saat itu menjelang bulan Ramadan. Aku yang kala itu masih duduk di bangku madrasah aliah kelas tiga, sedang asik tidur-tiduran sendiri di musala tua di kampungku. Musala itu berada tidak jauh dari rumahku. Awalnya aku memang hanya tidur-tiduran tapi malah berakhir dengan tidur beneran.
Biasanya, aku memang sering berada di musala tua tersebut menemani Ayah yang rajin melaksanakan tirakat. Apalagi ketika menjelang bulan ramadan, Ayah akan semakin rajin berada di musala, baik untuk tirakatan atau sekadar bersih-bersih untuk menyambut ramadan. Aku tak jarang menemaninya.
Tetapi, malam itu aku mengunjungi musala sendirian saja karena saat itu Ayah sedang diundang berceramah di sebuah pengajian di luar kota. Dan malam itulah sebuah peristiwa aneh menghampiriku. Saat itu aku begitu kelelahan hingga yang awalnya tidur-tiduran malah tertidur beneran di musala dengan posisi miring meringkuk menghadap kiblat serta badan terbalut sarung butut yang tersedia di musala.
Sekitar pukul dua dini hari, aku terbangun karena samar-samar aku mendengar ada suara yang sedang melantunkan ayat-ayat Al-qur'an dengan sangat merdu dan fasih sekali.
Aku mengucek-ngucek mataku yang terasa berat karena masih mengantuk banget. Setelah itu aku baru benar-benar bisa membuka mataku dengan kesadaran penuh.
Lalu aku melihat sesuatu.
Sebuah pemandangan ganjil membuatku tertegun
Hanya berjarak dua meter di hadapanku terlihat seorang lelaki seperti sedang melaksanakan salat. Anehnya, lelaki itu mengenakan sorban putih dengan tutup kepala seperti pakaian yang lazim dipakai oleh orang arab. Di kampungku tidak ada orang yang berpakaian seperti itu. Dan selama ini tidak ada orang salat berpakaian begitu di musala ini.
Aku merasa itu absurd dan tidak wajar. Tak sengaja mataku lalu melirik ke pintu musala. Ternyata pintu itu masih tertutup rapat. Lantas bagaimana lelaki itu bisa masuk ke musala? Biasanya jika ada yang masuk ke musala, pintunya dibiarkan terbuka.
Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di pikiranku. Hatiku mulai merasa tidak nyaman. Tapi aku berusaha untuk berpikiran positif. Dan tanpa kusadari, salat lelaki itu sudah memasuki tahap terakhir. Tak lama kemudian lelaki itu mengucapkan salam sebagai penutup shalat.
"As-salamu alaikum wa rrahmatullahi wa barakatuh."
Aku yang kebetulan berada di sisi sebelah kanan lelaki tersebut, otomatis bisa melihat wajah lelaki berjubah dan bersorban putih itu.
Mataku bembelalak dengan mulut menganga.
"Ya Allah!"
Dia tidak memiliki wajah!
Apa aku salah lihat? Tidak! Aku sungguh melihatnya.
Dia tidak punya wajah. Maksudku, dia  sungguh tidak punya mulut, alis atau pun hidung. Mukanya terlihat datar dan polos, putih bercahaya persis lampu Led di pos ronda.
Aku ketakutan setengah hidup!
"Mahkluk apa ini?" aku berteriak dalam hati.
Kedua tanganku reflek menutupi wajahku. Aku benar-benar ketakutan. Apalagi di dalam musala ini hanya ada aku dan makhluk entah apa ini.
Begitu takutnya, tubuhku sampai menggigil seperti orang yang sedang terkena demam tinggi. Beberapa saat kemudian aku merasa hilang kendali. Semua menjadi gelap. Aku pingsan. Tak sadarkan diri.
Mendekati waktu subuh, beberapa orang mulai berdatangan ke musala. Mereka terkejut mendapati seorang remaja sedang tertidur dengan posisi yang tidak wajar. Terlihat anak remaja itu meringkuk, tapi kepalanya terkesan memandang dengan mata terbelalak.  Kedua tangannya sedang berusaha menutupi wajahnya. Tubuhnya kaku seperti robot kehabisan baterai. Remaja itu tentu saja aku.
Orang-orang itu berusaha membangunkanku yang masih terbaring absurd, namun tak seorang pun berhasil menyadarkanku.  Aku tetap terbujur kaku.  Tidak bergerak sama sekali kecuali detak jantungku yang terdengar agak cepat dan napasku ngos-ngosan.
Tak lama kemudian masuklah pria tua yang berjalan dengan bantuan tongkat, yang tidak lain adalah Pak haji Jum, alias Jumaidi. Pak Jum menyuruh orang lain untuk mengambilkan air disertai bunga mawar dan melati. Setelah itu dibacakannya beberapa doa dari ayat Al-qur'an. Air tersebut kemudian diusapkan ke wajahku.
Hanya dalam beberapa detik tubuhku mulai melemas, tidak kaku lagi. Aku perlahan kembali sadar.
Aku membuka mata. Aku pun terheran-heran melihat begitu banyak orang mengelilingiku. Setelah menyadari apa yang telah terjadi, aku lalu menceritakan semua kejadian yang baru saja aku alami. Beberapa orang yang ada di situ hanya mengatakan bahwa itu hanya mimpi buruk belaka, beberapa orang yang lain mengatakan bahwa itu adalah tindihan.
"Apa itu tindihan?
Pak Wardjono yang kebetulan juga sedang berada di situ menjelaskan,
"Tindihan kui keadaan nek ono wong turu tapi koyok ora turu, teros berhalusinanasi lan pengen tangi tapi ora iso, koyok dipaku neng panggon, roh e terbangun tapi awake ngelawan soale banget sayahe (tindihan adalah keadaan dimana ketika seseorang sedang sangat kelelahan lalu tertidur, tapi tidak sepenuhnya bisa tertidur lelap, bersamaan dengan itu dia berhalusinasi dan ingin bangun dari tidurnya namun tidak bisa, rasanya jadi seperti dipaku ditempat, karena rohnya ingin terbangun tetapi badannya melawan karena sangat lelah dan ingin beristrirahat)"
Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Pak War walaupun aku tidak sepenuhnya paham akan maksud dari tindihan.
Aku yang sekarang ini sudah lebih dewasa dan sudah mulai paham penjelasan dari Pak War waktu itu. Yang jelas, aku tidak berani lagi tidur sendirian di musala tua itu lagi. Dan aku tidak akan lupa untuk berdoa setiap mau tidur. Aku tidak mau malihat makhluk tanpa wajah lagi, atau yang lebih mengerikan makhluk tanpa kepala. Amit-amit.

No comments:

Post a Comment

Inilah 5 Fakta One Piece yang Menarik dan Jarang Diketahui oleh Banyak Orang

Mungkin untuk para pecinta anime, banyak yang sudah mengetahui fakta tersembunyi dari One Piece. Namun, sebenarnya masih ada banyak lag...