Search This Blog

Tuesday, January 1, 2019

Menikah

Perempuan itu selalu jengkel dengan pemikiran gadis-gadis yang hanya ingin menjadi pengurus rumah tangga bagi suami mereka setelah menikah. Maka dia bekerja keras mengembangkan usaha yang akan bisa membuatnya tetap merasa hidup jika dia sudah menikah nanti. Perempuan itu merintis bisnis salon kecantikan.

Lelaki itu mencemooh bahwa para gadis cenderung menunggu datangnya seorang suami yang akan mencukupi segala kebutuhan hidup mereka. Dia ingin menikahi seorang perempuan yang mandiri dan bisa mencari uang sendiri. Semacam perempuan yang setara dengannya dan bisa menjadi partner sepanjang hidupnya, bukan hanya seorang pengurus rumah tangga.

Takdir pertemukan mereka. Lelaki itu adalah seorang pengusaha kafe dan seperti yang disebutkan tadi, perempuan itu adalah pengusaha salon kecantikan. Mereka berdua tinggal di tengah kota, di sebuah rumah kecil yang hanya hanya memiliki tiga ruangan. Satu ruangan untuk bersantai dan menerima tamu, dan dua ruangan masing-masing untuk kamar tidur mereka. Mereka melakukannya karena masing-masing merasa tak nyaman mesti berpakaian atau melepas baju dalam satu ruangan. Jadi lebih baik mereka memiliki kamar terpisah, dan ruangan santai merupakan tempat netral untuk mereka bertemu.

Mereka tak perlu pembantu rumah tangga. Mereka memasak sendiri dan sesekali mempekerjakan seorang wanita tua di pagi dan sore hari.

"Bagaimana jika kalian punya anak?" tanya orang-orang yang ragu.

"Tak akan ada anak!"

Semua lancar-lancar saja. Mereka pagi-pagi berangkat kerja dan pulang sore, kadang malam, kadang tidak pulang karena keluar kota. Mereka sarapan bersama, si istri memasak dan si suami yang mencuci piring. Sebelum tidur di kamar masing-masing mereka saling mengucapkan selamat tidur lalu pergi ke kamar masing-masing, tanpa mengunci pintu. Ketika pagi, yang bangun terlebih dulu akan pergi ke depan pintu kamar yang lain lalu mengetuk pintu dengan lembut.

"Good morning, Sweetheart, apa kabarmu hari ini?"

"Baik, Sayang. Kamu?"

Jika mereka punya waktu santai lebih, mereka akan mengobrol di ruang santai, atau menonton film ditemani pizza dan coca-cola, tertawa-tawa dan bergembira.
Tentu saja mereka saling mencintai sebagaimana halnya sepasang suami istri. Pertemuan mereka di saat sarapan selalu bagaikan sebuah pengalaman baru yang tak pernah membosankan.

Mereka sering pergi bersama di malam hari dan menjumpai teman-teman mereka. Semua orang bilang jika pernikahan mereka ideal. Pasangan yang romantis dan berbahagia.

Namun, orang tua si istri yang tinggal di desa, selalu menanyakan tentang cucu.

"Kapan kalian akan memberi Mama, cucu?"

"Maaf, Mama, kami tidak ingin memikirkan tentang mempunyai keturunan. Kami cukup bahagia. Dan Mama kan sudah punya cucu dari kakak," kata si Istri.

"Pikirkanlah lagi, sayang."

Hidup ini amat menyenangkan. Tak satu pun diantara mereka menjadi majikan bagi yang lainnya dan mereka saling berbagi penghasilan. Kadang si suami dapat penghasilan lebih banyak, terkadang malah si istri, namun pada akhirnya mereka berdua menyumbang jumlah yang sama untuk tabungan mereka.

Lalu, suatu hari tiba, hari di mana si istri ulang tahun. Ia terbangun di pagi hari dan mendapati secarik kertas di depan meja riasnya.

"Untuk istriku, dari suamimu yang berharap kamu berbahagia hari ini dan memohon kesediaannya untuk menemaninya pada acara sarapan istimewa - sekarang juga."

Si istri mengetuk kamar suaminya dan masuk. Lalu mereka sarapan berdua sambil duduk-duduk di atas ranjang yang lebar. Kebahagiaan mereka tak pernah pudar. Hari itu mereka bercinta sampai sore. Sebuah hari ulang tahun yang manis.

Seminggu berlalu sejak ulang tahun si istri. Si istri tiba-tiba jatuh sakit. Dia jadi sering memuntahkan isi perutnya dan kepala pusing. Si suami mengira si istri terserang semacam kuman.

Sesuatu yang aneh terjadi. Tubuh si istri membengkak. Apakah dia terserang tumor? Suaminya amat cemas. Si suami mengajakknya ke dokter dan mereka pulang dengan beruai air mata. Ada sesuatu yang tumbuh di tubuh si istri. Sesuatu yang kelak akan bisa berpikir sendiri.

Si istri hanya bisa menangis. Apa jadinya kini? Dia tidak akan lagi bisa mencari uang dan terpaksa hidup tergantung pada suaminya?

Segala kehati-hatian mereka, kewaspadaan mereka, telah kandas, hancur lebur terbawa debu.

Tapi sang ibu mertua sangat bahagia dan bersemangat.

"Kita harus melakukan syukuran. Kamu harus ke rumah Mama dan Mama akan segera mengundang para tetangga untuk merayakan hal ini."

Si istri hanya bisa pasrah.

"Tak apa-apa," kata Ghio si suami pada istrinya agar melupakan kenyataan bahwa dia kini tak bisa bekerja.

"Kau sudah melakukan tugasmu sebagai ibu dari bayi itu. Bukankah itu sama dengan bekerja."

Memakan waktu lama bagi si istri untuk menerima kenyataan bahwa dia kini harus bergantung pada suaminya. Namun, saat bayi mereka lahir, dia melupakan semua itu. Dia tetaplah istri dan partner suaminya seperti dulu, dengan tambahan, dia juga menjadi ibu bagi anak mereka. Dan suaminya menganggap itu ternyata lebih baik dari apapun di dunia.




----------
Havidz Antonio

Inilah 5 Fakta One Piece yang Menarik dan Jarang Diketahui oleh Banyak Orang

Mungkin untuk para pecinta anime, banyak yang sudah mengetahui fakta tersembunyi dari One Piece. Namun, sebenarnya masih ada banyak lag...