Aku
Aku,
sebatang kayu yang terbakar
Melebur,
tersapu abu terampai sadar
Bila kakiku kuat berlari
Maka kukayuh sepeda mengejar matahari
Bila kuat tanganku mengangkat
Letakkanlah batu-batu itu, akan kupikul hingga tiba
waktunya,
sekarat
Namun terjerat jaring sekelompok laba-laba malam,
hingga aku,
melarat
Dalam sekap pecah serupa ombak menerjang karang,
membabi buta
Lipu hati menjauh taat
Lari, lari, jauh, jauh, tersersat,
tak tahu mana arah barat
Berlalu
Ketika cinta berakhir,
semua terasa menjadi hampa,
bagai
langit senja,
namun
tak berwarna
Ketika cinta berlalu,
indahnya dunia mendadak menghilang,
tersisa amarah,
yang membawa neraka
Ketika cinta musnah,
tempatkan aku pada kekosongan,
yang membuat hati lara
Cinta, jangan kau renggut cinta
dari ragaku
Cinta, jangan kau renggut cinta dari
hatiku
Dan semua tinggallah kenangan,
pedih terasa
Meringkuk dalam sepi
Terdiam seolah mati
Lalu kembali,
diam
Pemerkosa Malam
Detik berkurang atau bertambah, entahlah
Rembulan masih mengambang di kaki langit
Aku membungkus malam dengan sebuah
gairah
Selaksa mantra tak terjemahkan
desahannya
Kaki melangkah meninggalkan kesunyian
Menapak jejak-jejak sebuah luka kehilangan
Duhai Kasihku,
tuk menemukan di mana dirimu
Harus kulampaui seribu kematian
terpedihkan
Aku terlanjur mencintai kegelapan
Didalamnya kutemukan dirimu di atas
ranjang
Menggelepar menungguku dengan kerinduan
Demikianlah luka,
menganga menawarkan khalayan nikmat
dalam kegelapan
Lalu waktu menggiring pada hilangnya
rembulan yang menawan
Ayam-ayam jantan menemukanku masih
terjaga dalam pencarian
Lalu aku berjanji untuk malam nanti
Akan kuperkosa kekasihku lagi
Sampai pagi
Sampai mati
Seperti pesakitan yang harus terus
menulis kerinduan di pasir pantai setiap hari
No comments:
Post a Comment