Ini
malam, tiba-tiba saja pengin nulis cerita tentang horor. Gara-gara tadi waktu
di warung kopi Mak'e malah pada ngomongin pocong dan kawan-kawannya. Auranya kebawa
sampai rumah. Pas malam Jum'at pula. Maka, segera kuambil laptop lalu nyalain. Ini
sudah jam setengah dua malam. Suasana rumah sepi sebab ibu-bapak sudah pada
tidur. Aku nulisnya sambil gelap-gelapan, lampu biar mati saja.
Oke, aku pengin cerita tentang pengalamanku
dulu waktu masih kecil. Kalau nggak salah, waktu itu aku umur lima tahun. Masih
kelas TK besar.
Dulu,
banyak kejadian horor yang sering aku rasakan di rumah ini. Banyak sekali.
Seperti seringnya aku kena tindihan. Tindihan itu, kata orang-orang, semacam
sedang dipeluk jin. Dulu, aku sering gitu. Sekarang sudah nggak. Mungkin, jinnya
nggak suka orang dewasa. Tindihan itu rasanya tubuh nggak bisa digerakin. Nggak
bisa ngomong. Kayak ada yang lagi ngungkup. Dulu, sering gitu. Kalau sudah gitu
biasanya aku baca surat Al-fatikhah lalu teriak-teriak manggil ibu. Awalnya
nggak ada suara yang keluar tapi lama-lama ada. Ibu akhirnya bisa dengar. Ibu
segera ke kamarku dan menemukanku yang sudah banjir keringat. Esoknya, aku nggak
masuk sekolah karena sakit demam.
Dulu,
aku juga sering lihat penampakan seram. Pernah aku lihat (atau mungkin hanya ilusi
semata aku nggak tahu, tapi benar-benar yang aku lihat dulu seperti nyata) yaitu
sesosok kepala terbang mengambang di atas langit-langit kamar. Kepala seorang
perempuan berambut panjang. Dari kepala itu menjuntai usus, paru-paru dan
bagian organ tubuh dalam lainnya. Saat melihat sosok itu aku nggak bisa gerak, bicara
atau pun teriak. Aku cuma bisa lihat sosok itu melayang-layang menyeramkan. Aku
ingat waktu itu aku ngompol. Saat kepala melayang itu hilang baru aku bisa
ngomong. Aku langsung nangis. Ibu datang nenangin. Esoknya aku dibawa ke puskesmas.
Tipesku kambuh.
Aku
juga pernah lihat sosok kayak pocong. Aku bilang kayak pocong. Sebab warnanya putih-putih
gitu. Aku nggak ngada-ngada, lho. Aku lihat nya waktu pas mau diajak ibu ke
rumah nenek di desa sebelah. Waktu itu motor kami satu-satunya honda 75 yang
sekarang spesiesnya sudah punah. Saat mau pergi si makhluk yang mirip pocong
ini nangkring di halaman rumah. Waktu itu aku nggak nangis. Cuma bilang ke ibu,
"Itu apa, Bu?". Saat ibu lihat, dianya sudah nggak ada.
Tapi,
dari sekian banyak pengamalan horor waktu kecil, yang paling membekas di memori
kepalaku adalah pengalaman yang itu.
Waktu
itu, sehabis shalat Isya', aku harus ngaji baca Al-qur'an di tempatnya Pak Sholikhin.
Rumah beliau lumayan jauh dan nglewatin kebun-kebun belakang rumah. Aku biasanya
berangkat bareng anak-anak yang lain. Tapi waktu itu aku ditinggal mereka sebab
aku balik lagi ke rumah ngambil beyblade (gasing) yang ketinggalan. Zaman dulu
adu gasing lagi ngetrend. Dan gara-gara demi ngambil beyblade itu aku harus pergi
ke rumah Pak Sholikin sendirian, nglewatin kebun-kebun belakang rumah yang
gelap.
Tapi
untungnya aku ketemu Alip. Senang ada temennya. Kita jalan bareng menuju rumah
Pak Sholikin. Aku ngira si Alif ini lagi sakit sebab mukanya lemes gitu. Pucat
kayak habis kedinginan.
"Kamu
sakit, Lip?" aku tanya ke Alip. Tapi dianya nggak jawab.
Aku
nggak tanya lagi. Mungkin si Alip lagi males ngomong.
Kita tetap berjalan beriringan. Si Alip tetap diem
sementara aku sibuk memikirkan akan adu gasing sehabis ngaji nanti. Hingga
sampai di depan lrumah Pak Sholikhin. Aku segera mau masuk ke rumah beliau tapi
Alip malah berjalan berlawanan arah.
"Kamu
mau kemana, Lip?" tanyaku sedikit teriak. Tapi dianya nggak jawab lagi.
Yaudah, terserah. Aku segera masuk ke rumah Pak Sholikin. Tapi saat di dalam
aku terkejut. Itu si Alip lagi ngaji setoran Juz Amma sama Pak Sholikhin.
Bukannya tadi si Alip di luar. Aku segera keluar rumah. Si Alip nggak ada. Aku
masuk lagi si Alip sudah selesai ngajinya.
"Lip,
bukannya tadi kamu di luar?"
Alip
mandang aku aneh.
"Dari
sebelum kamu datang aku sudah di sini. Kamu sih pakek acara ngambul beyblade
dulu."
"Seriusan
kamu? Tadi bukannya berangkatnya bareng aku?"
"Ngaco.
Aku nggak berangkat sama kamu. Tuh, tanya Andik sama Ifull. Aku berangkatnya sama
mereka."
Lho.
Maksudnya apa ini? Aku malah jadi bingung waktu itu. Aku tetap ngotot tapi bukti-bukti
Alip beneran sudah berangkat lebih awal daripada aku.
Lalu,
siapa Alip yang tadi pagi berangkat bareng?
No comments:
Post a Comment