Search This Blog

Tuesday, March 7, 2017

Srigala


Penulis: Havidz Antonio

            Gubuk-gubuk di perkampungan kumuh itu hanyalah bendinding kardus, seng dan kayu-kayu seadanya. Begitu sederhana dan ala kadarnya. Sekadar untuk mereka berteduh dari terik matahari, dinginnya malam dan guyuran hujan. Dan ketika malam tiba, kawanan nyamuk telah bersiap-siap mengisap darah penghuninya. Maklum, di sini ada tempat yang yang di jadikan TPA. Bukan tempat penitipan anak melainkan tempat pembuangan akhir. Meskipun belum menggunung-gunung seperti TPA di desa-desa kumuh lain. Namun TPA ini cukup membuat resah warga.

         Kondisi di perkampungan kumuh itu sangat tidak nyaman. Gubuk-gubuk saling jejal. Tak ada halaman apalagi taman. Tak ada tumbuhan-tumbuhan besar yang men-suplay udara segar. Semuanya serba sempit, pengap dan bau.

            Pekerjaan warga di perkampungan ini hanyalah sebagai buruh-buruh kasar. Meski sudah bekerja siang-malam tak kenal lelah. Namun nasib tak kunjung berubah. Pangkat tak pernah naik. Lho? Memang mau naik ke mana? Naik ke jembatan sungai seperti yang dulu pernah di lakukan salah seorang warga.

Ya. Seorang warga. Seorang lelaki paruh baya yang karena tidak kuat menanggung beban hidup yang selalu susah. Dia nekat terjun ke sungai. Mayatnya hanyut di bawa arus. Innalillahiwainnalillahiroji’un...

--0--
           
Ketika warga perkampungan kumuh itu sedang menjalankan aktifitas seperti biasanya, tiba-tiba mereka di kagetkan oleh suasana gaduh dan kacau.

            “Robohkan gubuk-gubuk itu. Jangan ada yang tersisa. Ini perintah dari atasan.”

            Petugas-petugas Tramtip bermunculan di iringi dengan dua traktor besar. Mereka menjalankan tugas dari penguasa setempat untuk melakukan penggusuran di perkampungan kumuh itu. Hal itu dilakukan dengan alasan untuk pembuatan TPA yang lebih baik, yang telah di progamkan pemerintah. Memang, sebelumnya sudah pernah diadakan konfirmasi mengenai penggusuran ini. Namun saat di tanya nasib warga selanjutnnya, pemerintah bungkam. Warga enggan pindah karena memang tak punya tempat tinggal lain.

            Suasana panik segera manyelimuti perkampungan kumuh itu. Segera warga menyelamatkan barang-barang mereka. Mereka menyelamatkan apa saja yang bisa di selamatkan. Tidak ada perlawanan karena Tramtip datang secara tiba-tiba dan dalam jumlah yang sangat banyak.

            Di tengah-tengah keributan itu, Nurmi, gadis kecil berusia 9 tahun, salah sau penduduk di perkampungan itu, tetap tenang mengais-ngais sampah di TPA untuk mencari mainan-mainan bekas. Nurmi tidak mendengar kegaduhan-kegaduan di sekitarnya karena dia memang tuli. Dia terus mengais-ngais sampah.

            Nurmi kaget dan panik ketika dengan tiba-tiba tumpukan sampah longsor. Nurmi mencoba menghindar supaya tidak tertimbun, namun kakinya tersangkut sesuatu dan dia langsung terjatuh. Dia berteriak-teriak minta tolong namun tak ada satupun ada yang mendengar. Bukan hanya karena suasana yang sangat gaduh sehingga tak ada satupun yang mendengar teriakannya, namun lebih di sebabkan karena dia bisu. Yah, dia tuli dan bisu.

***

            Di sebuah gudang beras, Adam mendengar kabar kalau kampungnya sedang di gusur. Dia segera lari tunggang langgang, pulang. Ketika sampai, dia sangat terkejut melihat kampungnya telah remuk seperti habis di babat angin beliung yang sangat dahsyat.

            Dengan cemas Adam berlari di antara orang-orang yang masih ribut karena kejadian penggusuran tadi. Dia pun menemukan rumah gubuknya telah rata dengan tanah. Dan lebih dari itu semua, dia sangat gelisah karena tak menemukan Nurmi, adik semata wayangnya yang tuli dan bisu. Adam mencari Nurmi kesana-kesini, bertanya kemana-mana, namun dia tidak berhasil menemukan Nurmi.

            Adam hanya bisa bersimpuh, meratap dan menangis. Dia merutuki nasib yang tidak  pernah baik kepadanya. Dia sudah kehilangan ibunya ketika melahirkan Nurmi. Andai saja waktu itu mereka punya uang untuk pergi ke rumah sakit, hal itu tak kan terjadi. Posisi bayinya sungsang, dukun bayi tak bisa menyelamatkan nyawa sang ibu karena pendarahannya benar-benar parah.

            Tidak sampai di sini musibah yang menimpa keluarga Adam. Untuk kedua kalinya dia harus kehilangan orang yang di kasihinya. Ayahnya stres berat karena kehilangan sang istri. Juga karena ekonomi yang tak kunjung membaik. Hal itu membuatnya sakit-sakitan. Sementara keuangan mereka sangat tidak mencukupi untuk berobat ke dokter. Pada akhirnya si ayah bunuh diri dengan terjun dari atas jembatan. Adam tentu saja sangat terpukul jiwanya. Dia resmi menjadi yatim piatu. Namun Adam tidak mau berlarut-larut dalam kesedian. Adam berusaha bangkit karena dia harus menghidupi diri dan Nurmi yang ketika itu masih berumur 4 tahun.

            Dan sekarang dia kehilangan Nurmi, satu-satunya yang dia miliki sekarang. Dia tidak tahu harus mencarinya kemana lagi. Adam menangis sesenggukan. Menggerutui nasib. Memaki-maki pemerintah yang telah memusnakan rumahnya. Dia geram sekali dengan pemerintah yang seenaknya sendiri itu.

            Dalam keputus-asaannya mencari Nurmi, dia teringat bahwa dia pernah bermimpi tentang seekor srigala. Srigala itu muncul dari tumpukan sampah. Srigala dalam mimpinya itu tidak berbulu putih, cokelat ataupun hitam. Namun serigala itu memakai jas dan berdasi. Srigala itu melolong-lolong sebelum akhirnya menerkam Nurmi yang ketika itu sedang bermain dan membawanya kembali ke dalam tumpukan sampah.
            Adam sangat geram dengan srigala itu. Sama geramnya dia kepada yang telah merobohkan kampungnya itu yang bukan lain adalah pemerintah yang seenaknya sendiri itu. Dia memaki-maki dan melontarkan sumpah serapah, namun hanya angin yang meresponnya.

            Kemudian Adam melangkah lunglai menuju TPA dengan air mata kesedihan yang teramat.






No comments:

Post a Comment

Inilah 5 Fakta One Piece yang Menarik dan Jarang Diketahui oleh Banyak Orang

Mungkin untuk para pecinta anime, banyak yang sudah mengetahui fakta tersembunyi dari One Piece. Namun, sebenarnya masih ada banyak lag...