Mei
Kelabu
Oleh : Havidz Antonio
3
januari 2012
Di bawah pohon beringin
yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun di belakang sekolah, kini aku dan Yudi
berada. Pohon beringin yang sulur-sulurnya menjuntai sampai tanah dan
cabang-cabangnya dijadikan tempat favorit berbagai jenis burung dan serangga
itu kini telah menjadi saksi tumbuh kembangnya sekolah ini: SMA PANCASILA.
Pohon beringin ini adalah bagian dari sekolah ini yang tak tergantikan. Di
pohon beringin ini tersimpan banyak sekali kenangan. Dari tahun ke tahun. Tak
kan tergantikan. Semua penghuni sekolah ini menyukai pohon ini. Termasuk aku.
Karena di bawah pohon beringin ini, Yudi menyatakan cintanya padaku.
“Widie, aku sayang kamu.”
Yudi menggenggam
tanganku. Yang kurasakan sekarang seakan berada di antara bunga-bunga yang
sedang bermekaran, burung-burung bernyanyi, rumput-rumput bergoyang, indah
sekali. Dua tahun aku menanti dan semua itu tidak sia-sia. Sejak kelas satu, sejak
pertama kali aku melihat Yudi, aku sudah jatuh cinta padanya. Diam-diam aku
mencintainya, memendam perasaan yang tidak berani aku ungkapkan. Aku tak pernah
berani menyatakan perasaanku pada Yudi. Aku minder sekali. Aku bukan
siapa-siapa sementara Yudi Agung Lakasa adalah bintang di sekolah ini. Bintang
pelajar, ketua OSIS dan tim inti basket sekolah. Dan dia sangat tampan. Banyak
cewek yang naksir dia.
Benar, hanya dia yang
kuingin di sampingku. Aku tak mau yang lain. Dan aku tak menyangka sama sekali.
Ternyata Yudi kini di depanku dan menyatakan jika dirinya menyukaiku. Thanks god … ini hadiah terindah dalam
hidupku.
“Aku juga,” ujarku
larut dalam kebahagiaan.
30
januari 2012
Hujan
lebat mengguyur jalanan. Begitu derasnya hingga menyeruakkan dingin yang
menusuk sumsum tulang. Aku kedinginan di samping Yudi. Kulihat dia juga sama.
Kini, kami berlindung di sebuah warung pinggir jalan yang tak buka. Kami baru
pulang dari les matematika dan ketika sedang di tengah perjalanan dihadang
hujan ini.
Saking
dinginnya gigiku sampai bergemeletak. Aku menggosok-gosokan kedua telapak
tanganku. Kulihat Yudi mengikuti yang kulakukan. Meskipun dia membawa jaket,
aku melihatnya malah seperti lebih kedinginan dari pada aku
.
“Widie,
pakai jaket ini,” kata Yudi tiba-tiba melepaskan jaketnya dan memakaikannya padaku.
Aku
tahu Yudi orangnya tidak tahan terhadap cuaca dingin. Apalagi dingin yang
seperti ini. Aku menolak jaketnya tentu saja.
“Nggak, Yud. Kamu lebih memerlukannya daripada aku.”
“Aku
nggak mau jadi cowok gak tahu diri, Widie? Membiarkan pacarnya kedinginan?
Pakai ini dan aku akan merasa sangat baik-baik saja,” kata Yudi.
Aku
ragu tapi menerimanya.
“Aku
sangat menyayangimu. Aku nggak bakal ngebiarin kamu kedinginan,” kataku pada Yudi.
“ Kita pakai jaket ini bersama-sama.”
Yudi
mengangguk.
Rasanya
begitu indah. Kita duduk berdua di selimuti sebuah jaket. Aku merasa sangat
hangat. Bukan karna jaket ini. Tapi karna Yudi dekat sekali denganku. Kami
menikmati eufora hujan bersama-sama. Dan mulai sejak saat inilah aku menyukai
hujan.
14
febuari 2012
Biasanya
orang-orang melewati valentine di kafe-kafe atau restoran dengan sebungkus
cokelat spesial atau setangkai bunga yang harum, atau sebuah boneka yang lucu
dengan makan malam yang romantis. Namun yang di lakukan Yudi berbeda. Yudi
menyewa perahu kecil dan membawaku ke tengah-tengah laut. Tidak ada apa-apa. Yang
ada hanya biru air laut. Dan awan-awan putih menggantung di langit.
“Yud,kenapa
kita kesini? Aku takut.”
“Tenang,”
kata Yudi tersenyum simpul “Aku janji akan membawamu pulang seutuhnya.”
Yudi
menatapku. Dalam sekali. Membuatku meleleh dan aku akan rela mempercayakan
hidupku padanya.
“Apa
yang akan kita lakukan di tengah laut seperti ini? Memancing?.”
Yudi
terkekeh. kemudian dia membentangkan kedua tangannya.
“Ikuti
aku, Widie.”
Aku
ikut membentangkan kedua tanganku. Aku pikir, aku dan Yudi kini sedang gila.
“Tutup
matamu.”
Aku
menutup mata.
“Rasakan
apa yang ada di sekitarmu.”
Aku
mencoba merasakan. Dan yang aku rasakan adalah angin asin menampar-nampar wajahku,
desir ombak dan … “Kosong.”
“Benar
Widie, inilah jika kita hidup di dunia tanpa cinta. Kosong. Rasa sepi. Itu
lebih buruk dari apapun. Dan aku sangat berterima kasih padamu telah mengisi
hatiku yang kosong. Aku mencintaimu, Widie.”
Aku
tersentuh sekali. Ingin ku menangis karena bahagia.
“Aku
juga sangat mencintaimu.”
Yudi kini memelukku.membelai-belai rambutku.
“Terima kasih sayang,”
kata Yudi.
10
mei 2012
Mei
ini adalah mei paling buruk dalam hidupku. Jika ada lagu “Wake me up when november rain.” Maka akan aku ganti dengan “Wake me up when Mei rain. Bagaima
tidak? Kekasihku sedang berbaring lemah di rumah sakit. Sudah lima hari Yudi
tidak sadarkan diri. Sementara ujian akhir nasional tinggal menghitung hari.
Aku
takut Yudi tidak bisa mengikuti ujian nasional. Aku lebih takut lagi Yudi
kenapa-napa. Kita berdua sudah merencanakan untuk kuliah di Universitas yang
sama. Ugh … aku harus yakin kalau Yudi akan segera sembuh. Aku tidak boleh
berpikir yang tidak-tidak. Aku harus rajin berdoa juga.
Sekarang,
aku, Nada, leo dan Ardi sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk
menjenguk Yudi. “Yudi pasti akan
baik-baik saja,” kata Nada menenangkanku. Aku mengangguk lemah.
“Aku
sangat menyayanginya, Nad,” ujarku.
“Kita
semua yang ada di sini menyayanginya. Kita berdoa dan serahkan ini pada Tuhan.”
Aku
mengangguk sekali lagi.
30
mei 2012
Ternyata
Mei tahun ini benar-benar kelabu. Aku tak menyangka akan secepat ini. Orang
yang sangat aku sayangi. Orang yang sangat aku cintai. Kini telah tiada untuk
selamanya. Kanker otak merenggutnya dari
kehidupan ini. walaupun dia masih muda. Tetapi itu bukan jaminan.
Ini
tidak mudah. Namun aku harus kuat. Aku harus tegap melangkah. Bagiku Yudi adalah
separuh hidupku. Tempatnya di hatiku tak kan tergantikan. Dan aku tidak boleh
menangisinya terus menerus. Itu hanya akan membuatnya tidak tenang disana.
Ujian
akhir nasional telah berlalu. Saat aku menyadari jika Yudi tidak bisa
mengikutinya karena masih lemah di rumah sakit, aku sangat khawatir kalau nanti
Yudi akan mengulang lagi masa SMA dan impian kita berdua untuk masuk Universitas
yang sama hanya sebuah mimpi belaka. Dan kini impian itu musnah. Hancur
berkeping-keping. Apakah nanti aku bisa menghadapi dunia ini tanpa Yudi di
sisiku?
Dulu
aku pernah bilang aku selalu merindukan hujan. Aku merindukan hujan seperti
hujan yang turun saat ini. Aku menari-nari dalam rinai hujan. Setelah puas aku
berbisik pada nisan Yudi.
“Terima
kasih sayang, kamu ingat hari ulang tahunku. Hujan ini kado terindahku.”
No comments:
Post a Comment