Sudah
hampir sembilan tahun berlalu, tapi aku tidak pernah lupa sebuah peristiwa
yang bagiku sangat misterius dan menakutkan. Sebuah kejadian aneh pada masa
kecilku yang masih melekat erat di memori kepalaku.
Saat
itu menjelang
bulan Ramadan. Aku yang kala itu masih duduk di bangku madrasah aliah kelas tiga, sedang asik tidur-tiduran
sendiri di musala tua di kampungku. Musala itu berada tidak jauh dari rumahku.
Awalnya aku memang hanya tidur-tiduran tapi malah berakhir dengan tidur beneran.
Biasanya,
aku memang sering berada di musala tua tersebut menemani Ayah yang rajin melaksanakan
tirakat. Apalagi ketika menjelang
bulan
ramadan, Ayah akan
semakin rajin berada di musala, baik untuk tirakatan atau sekadar
bersih-bersih untuk menyambut ramadan. Aku tak jarang menemaninya.
Tetapi, malam itu aku mengunjungi musala
sendirian saja karena saat itu Ayah sedang diundang berceramah di sebuah
pengajian di luar kota. Dan malam itulah sebuah peristiwa aneh menghampiriku.
Saat itu aku begitu kelelahan hingga yang awalnya tidur-tiduran malah tertidur beneran di musala dengan posisi miring
meringkuk menghadap kiblat serta badan terbalut sarung butut yang tersedia di
musala.
Sekitar
pukul dua dini hari, aku terbangun karena samar-samar aku mendengar ada suara
yang sedang melantunkan ayat-ayat Al-qur'an dengan sangat merdu dan fasih
sekali.
Aku
mengucek-ngucek mataku yang terasa berat karena masih mengantuk banget. Setelah itu aku baru benar-benar
bisa membuka mataku dengan
kesadaran penuh.
Lalu
aku melihat sesuatu.
Sebuah
pemandangan ganjil membuatku tertegun
Hanya
berjarak dua meter di hadapanku terlihat seorang lelaki seperti sedang melaksanakan salat.
Anehnya, lelaki itu mengenakan sorban putih dengan tutup kepala seperti pakaian
yang lazim dipakai oleh orang arab. Di kampungku tidak ada orang yang
berpakaian seperti itu. Dan selama ini tidak ada orang salat berpakaian begitu
di musala ini.
Aku
merasa itu absurd dan tidak wajar. Tak sengaja mataku lalu melirik ke pintu musala.
Ternyata pintu itu masih tertutup rapat. Lantas bagaimana lelaki itu bisa masuk
ke musala? Biasanya jika ada yang masuk ke musala, pintunya dibiarkan terbuka.
Berbagai
pertanyaan
mulai bermunculan di pikiranku. Hatiku mulai merasa
tidak nyaman. Tapi aku berusaha untuk berpikiran positif. Dan tanpa kusadari, salat
lelaki itu sudah memasuki tahap terakhir. Tak lama kemudian lelaki itu
mengucapkan salam sebagai penutup shalat.
"As-salamu ‘alaikum
wa rrahmatullahi wa barakatuh."
Aku
yang kebetulan berada di sisi sebelah kanan lelaki tersebut, otomatis bisa
melihat wajah lelaki berjubah dan
bersorban putih itu.
Mataku bembelalak dengan mulut menganga.
Mataku bembelalak dengan mulut menganga.
"Ya
Allah!"
Dia
tidak memiliki wajah!
Apa aku salah lihat? Tidak! Aku sungguh melihatnya.
Dia
tidak punya wajah. Maksudku, dia sungguh tidak punya mulut, alis atau pun hidung. Mukanya
terlihat datar dan polos, putih bercahaya persis lampu Led di pos ronda.
Aku
ketakutan setengah hidup!
"Mahkluk
apa ini?" aku berteriak dalam hati.
Kedua
tanganku reflek menutupi wajahku. Aku benar-benar ketakutan. Apalagi di dalam
musala ini hanya ada aku dan makhluk entah apa ini.
Begitu
takutnya, tubuhku sampai menggigil seperti orang yang sedang terkena demam
tinggi. Beberapa saat kemudian aku merasa hilang kendali. Semua menjadi gelap. Aku pingsan.
Tak sadarkan diri.
Mendekati
waktu subuh, beberapa orang mulai berdatangan ke musala. Mereka terkejut
mendapati seorang remaja sedang tertidur dengan posisi yang tidak wajar.
Terlihat anak remaja itu meringkuk, tapi kepalanya terkesan memandang dengan
mata terbelalak. Kedua tangannya sedang berusaha menutupi wajahnya.
Tubuhnya kaku seperti robot kehabisan baterai. Remaja itu tentu saja aku.
Orang-orang itu berusaha membangunkanku yang
masih terbaring absurd, namun tak seorang pun berhasil menyadarkanku. Aku
tetap terbujur kaku. Tidak bergerak sama sekali kecuali detak jantungku
yang terdengar agak cepat dan napasku ngos-ngosan.
Tak
lama kemudian masuklah pria tua yang berjalan dengan bantuan tongkat, yang
tidak lain adalah Pak haji Jum,
alias Jumaidi. Pak Jum menyuruh orang lain untuk mengambilkan air disertai
bunga mawar dan melati. Setelah itu dibacakannya beberapa doa dari ayat Al-qur'an. Air tersebut kemudian
diusapkan ke wajahku.
Hanya
dalam beberapa detik tubuhku mulai melemas, tidak kaku lagi. Aku perlahan kembali sadar.
Aku
membuka mata. Aku pun terheran-heran melihat begitu banyak orang
mengelilingiku. Setelah menyadari apa yang telah terjadi, aku lalu menceritakan
semua kejadian yang baru saja aku alami. Beberapa orang yang ada di situ hanya
mengatakan bahwa itu hanya mimpi buruk belaka, beberapa orang yang lain
mengatakan bahwa itu adalah tindihan.
"Apa
itu tindihan?
Pak
Wardjono yang kebetulan juga sedang berada di situ menjelaskan,
"Tindihan
kui keadaan nek ono wong turu tapi koyok ora turu, teros berhalusinanasi lan
pengen tangi tapi ora iso, koyok dipaku neng panggon, roh e terbangun tapi
awake ngelawan soale banget sayahe (tindihan adalah keadaan dimana ketika
seseorang sedang sangat kelelahan lalu tertidur, tapi tidak sepenuhnya bisa
tertidur lelap, bersamaan dengan itu dia berhalusinasi dan ingin bangun dari
tidurnya namun tidak bisa, rasanya jadi seperti dipaku ditempat, karena rohnya
ingin terbangun tetapi badannya melawan karena sangat lelah dan ingin
beristrirahat)"
Aku
manggut-manggut mendengar penjelasan Pak War walaupun aku tidak sepenuhnya
paham akan maksud dari tindihan.
Aku
yang sekarang ini sudah lebih dewasa dan sudah mulai paham penjelasan dari Pak
War waktu itu. Yang jelas, aku tidak berani lagi tidur sendirian di musala tua
itu lagi. Dan aku tidak akan lupa untuk berdoa
setiap mau tidur. Aku tidak mau malihat makhluk tanpa wajah lagi, atau yang
lebih mengerikan makhluk tanpa kepala. Amit-amit.
No comments:
Post a Comment